Menurut Ketua Pelita untuk Perdamaian dan Keberagaman (Pelita Padang) tersebut, pewarisan pengetahuan terkait kuliner terus berkembang seiring proses pembauran etnis. Salah satunya melalui perbincangan di atas meja makan yang sudah ada selama berabad-abad. Interaksi tersebut memunculkan selera baru atas suatu makanan yang kemudian menjadi citarasa bersama.
Terkait dengan “Pusako” yang menjadi judul dari festival ini, Like memaknainya bukan hanya sebagai warisan budaya masyarakat Minangkabau yang ditransmisikan berdasarkan garis keturunan ibu.
“Dalam konteks yang lebih luas, makna pusaka adalah warisan bersama dari banyak kelompok etnis yang saling berbaur dan bertahan dalam waktu yang lama. Pewarisan itu menjadi upaya bagi satu etnis dengan etnis-etnis lainnya saling menjaga eksistensinya untuk hidup berdampingan,” tambahnya.
Ia kemudian menjelaskan konsep besar Pekan Kebudayaan Nasional “Merawat Bumi” dan “Gerakan Kalcer: Festival Pusako” diterjemahkan pada kuratorial Gastronomi dan Kalcer dalam bentuk beberapa kegiatan, di antaranya Dapur Kalcer akan mendemonstrasikan cara masak kuliner Minang dan India.
Seluruh bumbu dan bahan pangan berasal dari hasil bumi Sumatra Barat. Dapur Kalcer akan memproses autobiografi dari seseorang terkait pengalaman memasak dan mencicipi makanan. Interaksi tersebut direkam oleh instruktur dan pengunjung yang datang menjadi sebuah kenangan yang lekat dalam ingatan. Instruktur pada Dapur Kalcer yakni Hanita Anwar, pemilik warung Punjab untuk kuliner India dan Tiara Angelica untuk kuliner Minang.
Selanjutnya ada diskusi bertajuk Kuliner Sumatra Barat dari Masa ke Masa yang menghadirkan narasumber dari kalangan budayawan (Edy Utama), sejarawan (Novelia Musda), dan vlogger kuliner (Riri Fatzrianti).
“Diskusi ini diharapkan bisa menggali lebih banyak terkait gastronomi dan kalcer di Sumatra Barat, serta bagaimana kebudayaan lokal atau kultur menjadi penyangga untuk budaya kekinian atau kalcer,” sebutnya.
Terdapat juga dua stand gastronomi dan kalcer yang akan mempromosikan jenama lokal yang ada di Sumatra Barat. Di antaranya, SEMAI yang merupakan jenama minyak esensial lokal Sumatra Barat, diolah dari bahan rempah aromatik. Selain itu ada, jenama KAMARO berbahan kain ecoprint yang diproduksi oleh Achi Craft Galery.