Oleh: Muhammad Jalali
Di tengah meriahnya perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Solok Selatan ke-20, ada sekelompok warga yang merindukan kemerdekaan dari belenggu pemilik modal atau perusahaan yang menguasai tanah mereka. Masyarakat rindu haknya dikembalikan dari cengkraman PT. Ranah Andalas Plantation (RAP).
Bertahun-tahun berkonflik dengan PT RAP, namun kehadiran pemerintah dinilai tidak pernah berpihak kepada warga. Buktinya, sampai hari ini Bupati Solok Selatan tidak pernah mencabut izin perusahaan sawit yang telah membuat lara masyarakat Nagari Bidar Alam dan Ranah Pantai Cermin tersebut. Bahkan sepatah kata pun tak pernah terucap dari sang bupati.
Pada 2005, atau satu tahun setelah Solok Selatan berpisah dengan Kabupaten Solok dan menjadi daerah otonom, PT RAP mulai mencengrkam Bidar Alam. Tanah-tanah masyarakat dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan dengan iming-iming bagi hasil. Nyatanya, setelah berjalan dan perusahaan telah panen, masyarakat tidak menerima hasil dari tanah mereka sebagaimana dijanjikan.
Tak hanya sekedar mengkhianati masyarakat, perusahaan penjajah itu juga memenjarakan masyarakat Bidar Alam melalui aparat penegak hukum. Pada Oktober 2020, PT RAP melaporkan enam orang petani ke Polres Solok Selatan atas tuduhan pencurian buah kelapa sawit. Pada September 2023, Polres Solok Selatan melakukan penahanan dan menjadikan petani tersebut sebagaitersangka. Ini jelas upaya untuk mengkriminalkan masyarakat.
Hingga Januari 2024 tepat di ulang tahun Solok Selatan, satu orang petani yang dikriminalisasi masih ditahan dan menjalani persidangan. Di bulan ini juga putusan hakim akan dibacakan.
Lalu, dimanakah Bupati Solok Selatan. Kenapa tidak pernah menyelesaikan permasalahan ini sehingga masyarkat yang menjadi korban oleh perusahaan yang tidak pernah membayar pajak ke daerah? Apakah bupati tidak punya nyali untuk mencabut izin PT RAP atau jangan-jangan ada kongkalikong dengan pemilik perusahaan.
Sebagai catatan bahwa PT RAP telah mendapaakan surat peringatan ketiga oleh Pj Bupati Solok Selatan pada 26 oktober 2020. Isi surat mengatakan bahwa PT RAP tidak boleh melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit. Sayangnya, bupati yang berkuasa saat ini tidak menindak lanjuti surat itu dengan mencabut izin PT RAP. Kalau lah bupati mencabut izinnya, maka tidak akan ada masyarakat yang dipenjara. Karena jelas mereka memanen kelapa sawit di tanahnya sendiri.
Dua dasawarsa Solok Selatan, seharusnya masyarakat Bidar Alam merasakan kemerdekaan atas tanahnya. Tapi ulah bupati yang tidak mencabut izin perusaahan tersebut, masyarakat masih dijajah dan ditindas.
Penulis merupakan Aktivis Pro Demokrasi dan Mahasiswa Hukum Tata Negara, UIN Imam Bonjol Padang
** isi diluar tanggung jawab redaksi