SUMBARKITA.ID — Proyek rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Panti-Rao Kabupaten Pasaman (PSL 3) tahun 2023 yang menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR Ditjen SDA Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V Padang menuai sorotan lantaran diduga lalai menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Pantauan media yang melakukan liputan di lokasi proyek senilai Rp48 miliar tersebut, tidak ditemukan ada papan informasi proyek. Tak terlihat juga spanduk, poster dan papan infomasi K3.
Selain itu, para pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri seperti topi standar, dan sepatu standar. Ini tentu jadi pertanyaan, mengingat keselamatan dan kesehatan pekerja harus senantiasa diperhatikan.
Terkait kondisi tersebut, Ketua Umun DPP Perkumpulan Pemuda Pemudi Nusantara (P2NAPAS) Ahmad Husein meminta Menteri PUPR Ditjen SDA melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V Padang menghentikan sementara pekerjaan proyek tersebut, sebelum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK2) atau K3 terpenuhi.
“Kita dari organisasi masyarakat sebagai kontrol sosial menyarankan kepada Menteri PUPR melalui BWSS V Padang menghentikan sementara pekerjaan proyek rehabilitasi Daerah Irigasi Panti-Rao (PSL 3), sebelum kontraktor pelaksana memenuhi SMK2,” kata Ahmad Husein, MInggu (13/8/2023).
Menurutnya, pihaknya menyarankan demikian semata-mata untuk menghindari kecelakaan kerja.
“Maka lebih baik dicegah sedari awal, sesuai dengan amanat peraturan yang berlaku soal kesehatan dan keselamatan kerja,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BWSS V Padang, Mochammad Dian Al-Ma’aruf telah angkat bicara atas temuan lapangan tersebut. Ia menyatakan pentingnya penerapan prinsip K3.
“SMK2 harus dipatuhi dan atas kekeliruan selama masa pelaksanaan ini, harus dibenahi. Sudah kami teruskan (informasi, konfirmasi dan dokumentasi) ke Kasatker, PPK dan Kontraktor Pelaksana untuk di tindaklanjuti,” kata Dian Al-Ma’aruf, Sabtu (12/8/23).
Ia menegaskan pihaknya akan memberikan teguran hingga penundaan pembayaran termin.
“Yang pasti, kami berikan teguran, dan atau penundaan pembayaran tagihan termin,” tegasya.
Dian menambahkan, pengabaian terhadap kepatuhan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK2) akan berdampak kepada penyedia jasa ketika terjadi kecelakaan kerja. Namun ia berharap hal itu tidak terjadi.
Sebagaimana diketahui, ketentuan Pasal 59 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menekankan pentingnya standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Pasal tersebut mengamanatkan agar setiap penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa, dan penyedia jasa wajib memenuhi standar K3 yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Pasal 96 ayat 1 UU yang sama menegaskan bahwa pelanggaran terhadap standar K3 dapat berakibat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi, pencantuman dalam daftar hitam, pembekuan izin, dan atau pencabutan izin. ***