PADANG, SUMBARKITA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang merilis sejumlah catatan mengenai konflik agraria yang terjadi di Sumbar sepanjang tahun 2022. Setidaknya terdapat 13 titik konflik dengan luas lahan mencapai 11.930 hektare yang tersebar di tujuh kabupaten.
Selain itu, LBH Padang juga mencatat pada tahun ini terdapat 21 petani di Sumbar yang mengalami dikriminalisasi oleh korporasi atau perusahaan.
Kepala Bidang Isu Sumber Daya Alam LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan Kabupaten Pasaman Barat menjadi daerah yang paling banyak mengalami konflik agraria dengan tujuk titik kasus.
“Di Kabupaten Solok ada dua titik, Agam dua titik dan masing-masing satu titik di Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai,” ujarnya, Sabtu (24/9/2022).
Dari total 11.930 hektar lahan yang berada dalam pusaran konflik, 3.672 hektare di antaranya merupakan konflik yang terjadi antara masyarakat dan negara.
Sementara luasan lahan konflik yang melibatkan masyarakat dengan korporasi atau perusahaan mencapai 8.258 hektare.
Konflik agraria di Sumbar, kata dia, berdampak bagi 2.802 keluarga dengan total 8.426 jiwa.
Sementara itu, di sisi lain ada 21 orang petani yang menjadi korban kriminalisasi. 8 orang petani hingga saat ini, kata dia, masih berstatus sebagai tersangka atas dugaan penyerobotan lahan PT. Anam Koto di Nagari Aia Gadang, Kabupaten Pasaman Barat.
Dalam kasus yang sama, juga terdapat 5 orang petani yang akhirnya diputus bersalah dengan tuduhan melakukan tindak kekerasan.
“Kemudian 8 orang diputuskan bebas terkait tuduhan korupsi pada kasus pemindahan ibu kota kabupaten di Nagari Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman,” ujarnya. (*)
Editor: RF Asril