SUMBARKITA.ID — Bulan lalu, Presiden Joko Widodo mendapat julukan ‘King of Lip service dari BEM UI. Kini giliran Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Ketua DPR Puan Maharani yang mendapat julukan sindiran.
Kritik lewat konten media sosial itu dilontarkan oleh BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM KM Unnes). Konten itu diunggah lewat akun Instagram BEM KM Unnes @bemkmunnes, Selasa (6/7/2021).
Dalam unggahan tersebut, tampak foto Ma’ruf Amin bersanding dengan Jokowi dan di bawahnya ada foto Puan Maharani. Foto Puan tampak berbayang dan tersemat julukan ‘Queen of Ghosting’.
Sementara itu, di bawah nama Ma’ruf tertulis ‘King of Silent’. Menurut BEM KM Unnes, Ma’ruf Amin justru kini absen dan diam dalam keadaan genting seperti ini.
“Ma’ruf Amin selaku Wakil Presiden, pada masa pandemi harusnya juga turut mengisi kekosongan peran yang tidak mampu ditunaikan oleh presiden. Tidak justru menihilkan eksistensi dirinya dimuka publik dan tidak memberikan jawaban yang lugas, gamblang dan jelas dalam menanggapi problem multidimensional bangsa dan negara, khusunya dimasa pandemi. Secara umum, masyarakat menialai Wakil Presiden Ma’ruf Amin terlihat absen dan diam.,” tulis BEM KM Unnes seperti dilihat Rabu (7/7).
Selain itu, BEM KM Unnes menilai Ma’ruf Amin hanya sebagai orang yang melegitimasi kebijakan pemerintah. Klaim Ma’ruf dianggap bias agama dan identitas.
“Anehnya, dalam beberapa kali memberikan tanggapan di muka publik, ia justru hanya terkesan sebagai legitimator kebijakan pemerintah dengan argumentasi dan klaim yang amat bias agama dan identitas, yakni agama Islam. Hal ini tampak pada statement politiknya tentang halalnya BPJS dan hukum Fardlu Kifayyah melaksanakan vaksinasi Covid-19,” lanjut caption tersebut.
BEM KM Unnes juga melontarkan kritik kepada Puan Maharani. RUU PKS yang tak kunjung disahkan menjadi sorotan BEM KM Unnes.
“Kritik terhadap Puan Maharani dilakukan berdasarkan pandangan bahwa ia merupakan simbol DPR RI. Selaku Ketua DPR RI Puan memiliki peran yang cukup vital dalam pengesahan produk legislasi pada periode ini, khususnya di masa pandemi, yang dinilai tidak berparadigma kerakyatan dan tidak berpihak pada kalangan rentan (UU KPK, UU Minerba, UU Omnibus Law Ciptaker dst.) serta tidak kunjung disahkannya RUU PKS yang sebetulnya cukup mendesak dan dibutuhkan pengesahannya,” tuturnya.
Selanjutnya di halaman berikutnya