Penggiat sejarah Kota Padang, Alfa Noranda menuturkan penyerangan Kerajaan Aceh ini tidak terlepas dari perjanjian kontrak antara pribumi dengan Belanda di Painan. Yang kemudian pribumi memberikan pulau Cingkuak kepada Belanda sebagai benteng untuk mengelola monopoli perdagangan rempah-rempah.
Keberhasilan mengusir kerajaan Aceh dari Batang Arau, membuat Belanda semakin melebarkan sayapnya. Belanda juga diperbolehkan membuat benteng di sekitar Batang Arau agar kawasan ini semakin berkembang.
Kesempatan ini dimanfaatkan Belanda untuk memonopoli wilayah Batang Arau guna perekonomian, pemerintahan dan militer. Sedangkan pribumi hanya mendapatkan tempat di pinggiran Batang Arau.
Kawasan Batang Arau pernah porak-poranda saat Tsunami menerjang di tahun 1797 M. Kemudian dibangun kembali oleh Belanda. Namun, perkembangan yang lebih pesat dilakukan oleh De Stuer di tahun 1824.
Karena eksotik Batang Arau bisa dimanfaatkan Belanda sebagai pusat perekonomian dan perdagangan Pantai Barat Sumatera, banyak bangsa lain yang datang ke Padang. Orang keling India dan China merupakan orang asing terbanyak yang kemudian menjadi penduduk tetap Kota Padang.