“Emisi gas SO₂ dari Gunung Marapi masih terdeteksi rendah, terakhir sebesar 24 ton per hari pada 28 Oktober. Hal ini menunjukkan aktivitas degassing yang mengandung gas magmatik masih tergolong rendah, tetapi peningkatan tekanan tetap menjadi sinyal adanya potensi erupsi sewaktu-waktu,” ungkap Wafid.
Dia menyebut, potensi bahaya akibat peningkatan aktivitas Gunung Marapi kini tak hanya meliputi lontaran material dari kawah, tetapi juga abu vulkanik yang dapat terhembus jauh mengikuti arah angin.
Abu erupsi berpotensi mengganggu pernapasan dan penerbangan, terutama pada ketinggian kolom yang tinggi.
Selain itu, material yang terakumulasi di puncak gunung dan lerengnya juga berisiko menjadi lahar jika terkena hujan, dan aliran lahar bisa mengancam area sepanjang sungai yang berhulu di Gunung Marapi.
“Gas-gas vulkanik seperti CO₂, CO, SO₂, dan H₂S juga berpotensi membahayakan di sekitar kawah. Kami imbau masyarakat untuk menghindari area radius 3 km dari kawah sebagai langkah preventif menghadapi potensi ancaman ini,” pungkasnya.