Pasaman – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan pada pembangunan Kawasan Wisata Equator di Pasaman. BPK menyebut, terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp50,48 juta pada proyek Pemerintah Kabupaten Pasaman tersebut.
Diketahui, Kawasan Wisata Equator ini dilaksanakan oleh CV. PE berdasarkan Kontrak Nomor 47/SPK DISPARPORABUD-2022 tanggal 14 September 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp1,972 miliar. Jenis
kontrak berdasarkan cara pembayaran harga satuan.
Dalam pelaksanaannya, kontrak mengalami satu kali Adendum Nomor 47.a/ADD.I/SPK/DISPARPORABUD-2022 pada 14 November 2022. Perubahan karena ada penyesuaian volume terhadap beberapa item pekerjaan. Sedangkan penambahan nilai kontrak yaknindari Rp1,972 miliar menjadi Rp2,169 miliar.
Proyek tersebut telah selesai dilaksanakan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan (PHO) Nomor 218/BASTPP-PHO/APBD-DISPARPORABUD/2022 tanggal 27 Desember 2022. Dana proyek telah dibayar penuh sebesar Rp2,169 sesuai SP2D terakhir Nomor 00256/SP2DLS/DISPARPORABUD/2022 tanggal 30 Desember 2022.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pengujian perhitungan volume pekerjaan BPK bersama penyedia jasa, PPTK, dan konsultan pengawas pada 20 Februari 2023, diketahui terdapat perhitungan volume pekerjaan pada back up data quantity yang tidak sesuai volume pekerjaan aktual. Ketidaksesuaian itu yakni pada JMF Beton K-250, uji tarik besi, urugan sirtu, pemasangan pondasi batu kali, cor lantai, dan pasangan lantai granit.
Tak hanya itu, ketidaksesuaian pekerjaan aktual juga ditemukan pada pembesian, bekisting, beton, pemasangan engsel, pemasangan ramcis, pemasangan koral sikat, timbunan tanah, dan hasil pengujian mutu beton di UPTD Laboratorium Bahan Konstruksi Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp50, 48 juta.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, dan Kontrak Pekerjaan.
BPK menyimpulkan hal tersebut terjadi karena Kepala Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan Kebudayaan, selaku Pengguna Anggaran kurang melakukan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan pada SKPD masing-masing.
“Dan PPK, PPTK serta Konsultan Pengawas Pekerjaan tidak cermat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,” demikian BPK menyimpulkan.
