SUMBARKITA.ID — Abad ke-6 sampai ke-11 adalah masa kejayaaan Islam. Ketika Eropa sedang mengalami masa kegelapan (Dark ages), yang ditandai dengan menguatnya peran gereja dan menghilangnya perkembangan pengetahuan, Islam tampil sebagai ‘sang pencerah’ dari Timur.
Dalam kurun waktu tersebut terjadi proses Islamisasi yang membuat Islam menyentuh berbagai wilayah lain di Jazirah Arab. Dampak dari proses Islamisasi ini adalah munculnya orang-orang yang kemudian menjadi cendekiawan Muslim.
Mereka muncul sebagai hasil dari kegiatan penerjemahan dan penyerapan karya filosofis dan ilmiah Barat. Jadi, karya-karya yang terlupakan itu adalah ‘santapan’ orang-orang Muslim.
Puncak proses penerjemahan itu terjadi saat mereka mendirikan Bait-ul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan di Baghdad pada 830 M. Rumah itu berisi perpustakaan besar yang mengoleksi ribuan buku, dari mulai sains hingga filsafat.
Karena berisi pusat ilmu pengetahuan, maka perpustakaan itu menjadi arena diskusi para cendekiawan. Dari sinilah mereka kemudian membuat banyak kemajuan ilmiah dan teknologi penting dalam matematika, astronomi, kimia, dan berbagai ilmu lain.
Islam dan Konsep Rumah Sakit
Ahmed T. Kuru dalam Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan (2021) menyebut kunci sukses pengembangan pengetahuan oleh umat Muslim disebabkan karena mereka tidak dekat dengan penguasa. Mereka berdiri independen dan hanya didukung oleh kaum borjuasi Islam atau pedagang. Sebab, penguasa dipandang otoriter dan korup, sehingga dapat menghambat pengembangan pengetahuan.
Dalam riset “How Islam Changed Medicine” (2005), salah satu karya besar dari orang Muslim yang dihasilkan dalam kurun tersebut adalah konsep praktis medis. Sebelum Islam, perawatan medis dilakukan oleh pendeta di sanatorium dan paviliun tempat ibadah. Barulah setelahnya, Islam memperkenalkan konsep rumah sakit yang berisi bangsal terpisah antara pria dan wanita, rekam medis, dan apotek.
Salah satu tokoh Muslim yang berpengaruh luas adalah Ibnu Sina alias Avicenna. Dia membuat pemahaman baru tentang penyembuhan pasien, bahwa untuk menyehatkan kembali orang sakit diperlukan kolaborasi antara obat-obatan, sisi psikologis, kesehatan fisik, dan gizi. Ini mengubah pandangan kuno Eropa yang hanya menekankan kesehatan fisik.