SUMBARKITA.ID — Kabupaten Solok Selatan (Solsel) merupakan daerah utama penghasil kopi di Sumatra Barat (Sumbar). Predikat yang disematkan itu tidak serta merta menjadikan petani kopi di wilayah itu sejahtera dan bahagia.
Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi petani kopi itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar menginisiasi Sekolah Lapangan (SL) Kopi di Solsel.
Direktul Walhi Sumbar Wengki Purwanto mengatakan Kabupaten Solsel pada tahun 2021 memiliki luas lahan sekitar 4.583 hektar yang dikuasai oleh 3310 KK.
Sebanyak 2794 KK merupakan petani kopi robusta dan 516 KK merupakan petani kopi arabika. Sementara, jumlah produksi kopi di Solsel di tahun 2021 mencapai angka 2.922,7 ton.
Baca Juga:
- Walhi Sumbar: Akibat Abrasi, 11.581 Penduduk Pasie Nan Tigo Terancam Kehilangan Rumah
- Abrasi Ancam Permukiman Warga, Lurah Pasie Nan Tigo Surati Pemko Padang
“Meskipun dikenal sebagai daerah penghasil kopi terbanyak di Sumbar, tapi petani masih khawatir. Mereka takut tidak bisa memberi jajan anak dan takut jika anak-anak putus sekolah,” katanya, Kamis (14/7/2022).
Pandemi Covid-19, kata Wengki, juga terus membayangi petani. Di saat panen raya, kopi-kopi petani tidak bisa dijual, jika ada yang membeli, harganya sangat tidak wajar.
“Hanya dihargai Rp4 ribu perkilo, itu pun uangnya tidak bisa langsung diterima. Petani masih belum bisa lepas dari jerat sistem ekonomi konvensional. Di mana ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimiawi menambah kesulitan petani. Terlebih harga-harga pupuk dan pestisida kimiawi mahal,” katanya.
Meskipun saat ini, harga kopi sudah mulai membaik. Namun, kata Wengki, harga kebutuhan pokok jauh meningkat seperti cabai, bawang, minyak goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya.