Sumbarkita – Kebijakan permintaan sumbangan untuk pembentukan Dana Wakaf dan/atau Dana Abadi Universitas Andalas (Unand) menuai polemik. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unand menilai penggunaan istilah “sumbangan” pada kebijakan tersebut tidak tepat.
Diketahui, surat resmi permintaan sumbangan tersebut ditandatangani Rektor Unand pada April 2025 dan ditujukan kepada orang tua mahasiswa baru. Dalam surat itu dijelaskan bahwa Dana Wakaf dan Dana Abadi Unand dapat berasal dari berbagai sumber, di antaranya orang tua mahasiswa, alumni, mitra usaha, pemerhati pendidikan, lembaga sosial, lembaga internasional, hingga kontributor lainnya yang tidak mengikat. Besaran sumbangan yang diminta kampus paling sedikit Rp100.000 per mahasiswa.
BEM Unand mengkritik kebijakan tersebut, terutama penggunaan istilah “sumbangan”. Dalam pernyataan di media sosial, BEM Unand menilai istilah sumbangan tidak tepat karena nominal sudah ditentukan kampus dan bersifat wajib dibayar.
Selain itu, BEM Unand juga menyoroti prosedur pengembalian dana bagi pihak yang keberatan. Meski disebutkan sumbangan dapat dikembalikan usai pendaftaran ulang, kampus tidak menjelaskan mekanisme teknis seperti alur pengajuan, formulir, atau estimasi waktu pencairan. BEM menilai janji pengembalian ini rawan terhambat oleh birokrasi yang lambat dan kurang transparan.
Menanggapi kritik tersebut, Sekretaris Unand, Aidinil Zetra, menyebut dana wakaf ini diperuntukkan untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar uang kuliah.
“Setiap awal semester, kami melihat ada mahasiswa kurang mampu yang tidak bisa daftar ulang. Karena itu, kami perlu menghimpun dana wakaf dari dosen, alumni, masyarakat, bahkan orang tua mahasiswa,” kata Aidinil kepada Sumbarkita, Jumat (11/4).
Ia menegaskan dana tersebut akan diinvestasikan dan hasilnya digunakan untuk membantu mahasiswa kurang mampu. Menurut Aidinil, kampus menjamin bahwa dana sumbangan akan dikembalikan penuh jika orang tua mahasiswa keberatan dan mengisi formulir pengembalian.