SUMBARKITA.ID — Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menilai kritik BEM UI yang menyebut “Jokowi The King of Lip Service” sudah sejalan dengan kampanye Kampus Merdeka dan tidak boleh dibungkam oleh pihak manapun.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara PRIMA, Farhan Abdillah Dalimunthe melalui keterangan pers, Rabu (30/06/2021).
“Meme yang diunggah oleh BEM UI yang menyebut Jokowi The King of Lip Service merupakan bentuk kemerdekaan berpendapat, terlebih-lebih di lingkungan akademik. Ini sejalan dengan kampanye Mendikbud tentang Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka”, ujar Farhan.
Menurut Farhan, tindakan rektorat UI yang melakukan pemanggilan kepada BEM UI dengan dalih pembinaan kemahasiswaan bertolak belakang dengan jargon Kampus Merdeka selama ini.
Kampus menurutnya adalah tempat untuk menumbuhkan kebebasan berpikir dan berpendapat, maka kampus menjadi tempat untuk menegakkan pilar demokrasi.
Farhan yang juga merupakan ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jawa Timur ini turut membenarkan kritik yang di sampaikan oleh BEM UI dan menegaskan perlunya kesatuan ucapan dan tindakan dalam berpolitik.
“Kesesuaian ucapan dan tindakan merupakan hal mendasar dalam politik. Problem politik Indonesia selama ini adalah ketidaksesuaian antara ucapan para politisi dengan tindakannya; ketidaksesuaian janji-janji politik dengan praktek politiknya. Tanpa kesesuaian antara ucapan dan tindakan, antara janji politik dan realisasinya, politik hanya akan menjadi pameran kata-kata,” tegas Farhan kepada wartawan.
Lebih lanjut, Farhan mengatakan kritikan sebetulnya adalah hal yang wajar di sebuah negara demokrasi. Terlebih, saat ini, kita sedang di era post-truth, saat kebenaran dan kebohongan semakin baur karena dibalut oleh lip service. Untuk itulah daya nalar kritis dari mahasiswa dibutuhkan untuk mengawal kebijakan pemerintah.
“Kritik terhadap Presiden dan kekuasaan adalah sah. Tidak ada terminologi dalam UUD 1945 yang mengatakan bahwa Presiden sebagai simbol negara dan tidak boleh dibuatkan meme sebagai bentuk kritik. Yang ada adalah Lambang Negara, itu pun adalah Garuda Pancasila. Jokowi atau presiden lainnya adalah kepala negara yang secara fungsi wajar dan sah untuk dikritik”, tegas Farhan.
Selanjutnya di halaman berikutnya