SUMBARKITA.ID — Salah satu peneliti vaksin Nusantara dr Muhammad Karyana angkat bicara usai vaksinnya ramai dituding bukan karya anak bangsa. Ia berdalih, bantuan dari Amerika Serikat atau pihak AIVITA Biomedical hanya sebatas transfer alih teknologi.
Menurutnya, penelitian vaksin berbasis sel dendritik ini tentu akan dikembangkan secara mandiri.
“Darahnya darah siapa, yang ngerjain siapa begitu? itu apa semua orang AS datang sendiri? Ya makanya nanti kita harapkan kalau di RSUP dr Kariadi sudah bisa, maka bisa mengajak RS lain,” kata dr Karyana, dikutip dari CNNIndonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya juga mengungkap hasil hearing atau diskusi bersama para peneliti vaksin Nusantara 16 Maret 2021. Disebutkan, para peneliti tak menguasai proses pengembangan vaksin berteknologi dendritik.
Hal ini dibantah dr Karyana. Ditemui di Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), ia menyebut seluruh peneliti sudah menguasai proses pengembangan dan penggunaan sel dendritik pada relawan uji vaksin Nusantara meski tak menampik kenyataan di uji Fase I, ada 3 subjek pilot project yang dikerjakan peneliti AIVITA dari AS.
Pengembangan vaksin diklaim cukup murah
Perihal vaksin yang disebut-sebut memakan biaya mahal, dr Karyana juga keberatan. Ia menegaskan vaksin Nusantara justru bisa memangkas biaya penyimpanan dan distribusi karena tak membutuhkan cold chain.
“Mungkin mahal yang dimaksud itu hanya proses waktu dibuat. Tapi adanya transfer alih teknologi ya itu kita harapkan bisa buat sendiri, dan nanti lebih murah,” tuturnya.
Selanjutnya di halaman berikutnya