SUMBARKITA.ID — Pengamat sosial, ekonomi, dan keagamaan, Anwar Abbas, mempertanyakan keputusan pemerintah yang membubarkan Front Pembela Islam (FPI) dan melarang beraktivitas di Indonesia.
Pasalnya, beberapa alasan pemerintah untuk menetapkan FPI tidak boleh beraktivitas mengundang keganjilan.
Misalnya saja ketika pemerintah beralasan menjaga persatuan Indonesia untuk menetapkan FPI tidak boleh beraktivitas di tanah air.
“Pertanyaan saya seberapa berbahayakah FPI ini dilihat oleh pemerintah? Apakah kehadiran FPI itu mengancam eksistensi bangsa, karena dia mau mengganti Pancasila dan UUD 1945?” tanya Anwar dilansir jpnn, Rabu (30/12/2020).
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu percaya, FPI tidak berniat mengubah Pancasila dan UUD 1945. Toh, kata Anwar, disertasi milik Iman Besar FPI Habib Rizieq Shihab berbicara tentang Pancasila.
“Jadi, kalau begitu, kesimpulan saya pelarangan FPI tidak bersifat ideologis. Kalau tidak bersifat ideologis, berarti kehadiran FPI tidak akan mengancam dan akan merusak eksistensi bangsa,” ungkap dia. Alasan lain yang menuai keganjilan, ketika pemerintah menyebut FPI sudah tidak memiliki legal standing sejak 20 juni 2019.
Dengan begitu, pemerintah bisa menetapkan aktivitas FPI dilarang di Indonesia.
“Kalau seperti itu mengapa pemerintah tidak panggil saja itu FPI, supaya mereka mengurus kembali legal standing-nya,” ungkap dia.
Selanjutnya, kata Anwar, keganjilan juga terlihat ketika pemerintah beralasan FPI acap kali melakukan sweeping, sehingga melarang aktivitas organisasi itu.
Menurut Anwar, FPI melakukan sweeping setelah laporannya tentang masalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu, tidak kunjung mendapatkan respons dan tindak lanjut.
“Kalau memang seperti itu pihak penegak hukum hendaknya bersifat responsif dan cepat tanggap, sehingga tindakan-tindakan sweeping tersebut tidak terjadi,” tutur Anwar. Sebelumnya, pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Surat itu diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Idham Azis, dan Kepala BNPT Boy Rafli Amar.
Dalam pertimbangannya, tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga menerbitkan SKB tertanggal 30 Desember itu untuk menjaga eksistensi Pancasila dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (sk/jpnn)