Sumbarkita – Ketika berjalan di sekitar Pasar Raya Padang, kita akan menemukan sebuah bangunan megah peninggalan kolonial yang menyimpan sejarah panjang. Gedung Balai Kota Lama Padang, atau Gemeentehuis Padang, menjadi saksi bisu perjalanan kota ini sejak masa Hindia Belanda.
Sebelum munculnya gedung-gedung modern, bangunan ini sempat menjadi landmark Kota Padang dan pusat pemerintahan sebelum akhirnya dipindahkan ke kawasan Air Pacah pada tahun 2013.
Awal Mula Pembangunan Balai Kota
Sejarah Balai Kota Lama Padang berawal dari kebutuhan akan gedung pemerintahan yang lebih representatif pada awal abad ke-20. Pada tahun 1906, aktivitas pemerintahan masih terpusat di Kantor Asisten Residen di Muaro Padang. Namun, kapasitas gedung tersebut tidak lagi mencukupi sehingga muncul keinginan untuk membangun balai kota yang baru.
Pembahasan pembangunan gedung terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 1910 muncul kesepakatan untuk membangun balai kota. Sayangnya, keterbatasan dana menyebabkan proyek ini tertunda hingga bertahun-tahun.
Pada tahun 1928, kondisi ekonomi yang lesu menyebabkan harga tanah turun, sehingga pemerintah Kota Padang akhirnya dapat membeli lahan yang diperlukan untuk pembangunan balai kota.
Peran Thomas Karsten dalam Perancangan Arsitektur
Untuk memastikan gedung yang representatif dan fungsional, pemerintah Kota Padang mengundang Thomas Karsten, seorang arsitek dan perencana kota asal Belanda. Karsten merancang Balai Kota Lama Padang dengan gaya arsitektur Art Deco yang populer pada masa itu. Gaya ini dapat terlihat dari bentuk ventilasi, jendela, serta dinding yang dihiasi ornamen khas.
Pembangunan dimulai pada tahun 1931 dan selesai pada tahun 1936 dengan biaya sekitar 120.000 gulden. Bangunan ini memiliki ciri khas berupa menara segi empat dengan jam dinding di ketiga sisinya, memberikan kesan megah dan kokoh.