“Kemudian di Jorong Sungai Tampang, Sigiran, Panta, Muko Jalan, Batu Nangai, Galapuang dan Pandan Nagari Tanjung Sani. Total ada 445 ton ikan yang mati. Sejak November ini sudah ada tiga kali kematian ikan secara mendadak di Danau Maninjau,” katanya.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar kepada Sumbarkita.id mengungkapkan keberadaan keramba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau menjadi salah satu penyebab tercemarnya air di danau vulkanik tersebut.
“Kalau mau memulihkan Danau Maninjau, Pemkab Agam harus mau berupaya agar tidak lagi ada KJA di Danau Maninjau,” ungkap Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam.
Menurutnya, KJA menyebabkan turunnya kualitas air dan pendangkalan dasar danau, sehingga merusak lingkungan. Aktivitas budidaya lewat KJA juga dinilai Walhi Sumbar tidak berdampak efektif terhadap perekonomian masyarakat.
“Sebagian besar pemilik KJA adalah investor dari luar daerah, bukan masyarakat setempat,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya Danau Maninjau adalah salah satu danau terindah di Indonesia, sehingga berpotensi wisata.
“Di dekat Danau Maninjau juga ada rumah Buya Hamka, bisa jadi tujuan wisata sejarah,” tambahnya.
Selain untuk wisata, kawasan di sekitar Danau Maninjau juga potensial untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan kehutanan
“Terlebih di kawasan Danau Maninjau, terdapat hutan konservasi dan hutan lindung,” ungkapnya.
Seharusnya, masyarakat bersama OPD bisa bekerja sama untuk mengembangkan perekonomian yang tidak merusak lingkungan di sekitar Danau Maninjau.
Editor: RF Asril