Namun kenyataannya, menurut Jafni, di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Pronasa terbukti tidak mampu menangkal dampak negatif derasnya arus masuk globalisasi yang menggerus nilai-nilai luhur dan budi pekerti generasi penerus.
“Pronasa seolah-olah hanya menjadi seremonial belaka, tanpa memberikan dampak nyata pada peningkatan kualitas pendidikan dan moralitas pelajar,” ujarnya pada wartawan, Selasa (25/6).
Ia mengkritik bahwa alokasi anggaran untuk Pronasa menjadi pemborosan tanpa hasil yang jelas, dan kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar mencerminkan kegagalan program tersebut.
Ia menyebut, kasus perundungan yang terjadi menunjukkan bahwa misi kelima Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang beriman, kreatif, dan berdaya saing, telah gagal tercapai.
Lebih lanjut, Jafni menyoroti bahwa pada tahun sebelumnya, setelah peluncuran Pronasa pada bulan Mei 2023, juga terjadi peristiwa perundungan.
“Bahkan banyak pelajar yang ditangkap polisi gara-gara kasus narkoba, hal ini menunjukkan bahwa Pronasa yang diluncurkan bupati tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Pesisir Selatan secara signifikan,” katanya.
Jafni menambahkan dengan satire bahwa Rusma Yul Anwar tampaknya lebih berperan sebagai pemimpin seremonial. Sebab, program pendidikan yang diluncurkan tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan Pessel secara signifikan.