SUMBARKITA – Satu hari pasca proklamasi, tepatnya 18 Agustus 1945. Sejumlah keputusan besar yang sangat menentukan bagi bangsa indonesia diputuskan.
Keputusan-keputasan tersebut diambil dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
“Tuan-tuan sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu jaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubung dengan itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang sekarang ini dengan kecepatan kilat.” ujar Soekarno membuka rapat PPKI yang digelar di Gedung Tyuuoo Sangi-in (Departemen Luar Negeri sekarang), dirujuk dari buku “Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)” yang disunting oleh Saafroedin Bahar dkk (1995)
Lebih jauh di dalam buku itu dijelaskan, bahwa pada 18 Agustus 1945 saat pukul 10.00 WIB Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melakukan rapat untuk menyiapkan dasar negara yang baru sehari merdeka.
Rapat yang dihadiri oleh 27 tokoh ini berhasil menetapkan pembukaan Undang-Undang dasar Negara Indonesia Batang Tubuh Undang-undang dan Susunan Pemerintahan.
Setelah sepakat dengan Undang-undang dasar Negara Indonesia dan susunan pemerintahan, rapat ini dilanjutkan dengan pembahasan Kepala Negara.
Sesaat setelah Soekarno membuka rapat tersebut, Oto Iskandar Dinata berujar;
“Berhubungan dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya memajukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri”.
Peserta rapat bertepuk tangan mendengar ucapan Oto Iskandardinata.
Pemilihan secara Aklamasi sesaat setelah disetujui oleh Soekarno, semua peserta berdiri.
Peserta rapat spontan berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya. (Bahar; 1995)
Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah 2 (2010) menjelaskan bahwa Oto Iskandar Dinata juga mengusulkan Muhammad Hatta menjabat Wakil Presiden kala itu.
Penetapan dwi tunggal ini sebagai kepala negara disambut dengan pekik perjuangan para peserta rapat.
Mengingat bahwa saat itu Majlis Permusyawaratan Rakyat, dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung belum dibentuk, maka tugas itu diemban oleh Presiden dan Wakil Presiden yang dibantu oleh sebuah dewan.
Dewan itu dinamakan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI). (Bahar; 1995).
Editor : Putra Erditama