BEM STIFARM menyebut saat ini korban masih dalam keadaan trauma dan tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Korban ingin mendapatkan keadilan dan rasa aman.
Dalam keterangan itu juga dijelaskan bahwa kasus ini juga telah dilaporkan ke Ketua RT setempat. Ketua RT itu mengatakan bahwa pelaku atau pemilik ponsel saat itu disuruh untuk membersihkan toilet Musala dan menaruh ponselnya di ventilasi toilet tanpa maksud merekam.
Setelah selesai, pelaku atau pemilik ponsel ini, kata Ketua RT, menyadari bahwa ponselnya sudah tidak ada dan kemudian pelaku mengecek CCTV Musala dan melihat korban dan saksi mengambil ponsel itu.
Mengetahui hal itu, pelaku atau pemilik ponsel ini membuat informasi kehilangan dan mengancam akan menyebarkan rekaman CCTV jika dalam waktu satu minggu korban dan saksi tidak mengembalikan ponsel tersebut
“Jika digunakan logika berpikir yang sederhana saja, alibi ini tidak dapat diterima. Bagaiman bisa HP Android bisa merekam sendiri dan mengarahkan kamera dengan jelas ke arah yang spesifik,” lanjut keterangan BEM STIFARM.
BEM STIFARM menilai penjelasan yang diberikan Ketua RT itu sebagai upaya melindungi pelaku. Sebab pihak RT saat dimintai penjelasan menyarankan korban untuk memaafkan pelaku dengan alasan pelaku tidak sengaja menaruh ponselnya di ventilasi toilet.
Tidak juga menemui titik terang, beberapa perwakilan mahasiswa mendampingi para korban dan saksi untuk kembali membuat laporan ke kepolisian. Namun, kepolisian tidak menerima laporan, karena bukti yang belum cukup.
“Padahal korban dan saksi sudah menunjukkan sisa video yang sempat saksi rekam kembali dengan ponselnya. Namun kepolisian tidak dapat menerima. Polisi beralih laporan itu akan diterima, hanya HP milik pelaku yang dapat dijadikan barang bukti,” sambungnya.