SUMBARKITA.ID – Indonesia belum memiliki kemampuan surveillance genomic yang memadai untuk mendeteksi varian baru Covid-19, termasuk varian Omicron.
Menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, surveillance genomic Indonesia masih rendah hanya sekira 0,2-0,6 persen per 100 kasus terkonfirmasi.
Akibat surveillance genomic yang rendah ini, maka radar Indonesia untuk menemukan varian baru juga sangat kurang. Sebab bicara varian itu adalah surveillance genomic.
“Whole genome sequencing itu menjadi alat tulisnya untuk mendeteksi keberadaan dan juga apa saja varian yang ada di Indonesia. Mulai dari potensi ancaman, karakter virus, dan lain sebagainya,” kata Dicky, Jumat (3/12/2021).
Menurut Dicky, ditemukannya varian Omicron di Indonesia hanyalah masalah waktu saja. Sebagai gambaran Dicky membandingkan dengan kemampuan surveillance genomic yang dimiliki oleh salah satu wilayah di Amerika yakni Minnesota yang memiliki 20 persen kemampuan untuk mendeteksi.
“Minnesota salah satu wilayah Amerika itu 20 persen kemampuan dalam mendeteksi dan perlu waktu untuk menemukannya itu lebih dari 1 minggu. Itu dengan kemampuan 20 persen. Bayangkan kemampuan Indonesia di bawah satu persen,” lanjut Dicky.
Artinya ketika varian Omicron ini ditemukan di Indonesia, maka besar kecenderungannya sudah banyak menginfeksi masyarakat. Namun, pesan pentingnya adalah ada atau tidak varian Omicron ini, hanya masalah waktu.
“Yang penting adalah dilakukannya mitigasi. ‘Mitigasi dalam bentuk apa?’ Peningkatan kapasitas di pintu masuk, 3T, surveillance genomic, dan percepatan vaksinasi,” tuntasnya dilansir Okezone. (*)