Sumbarkita – Politik Uang tak pernah lenyap sepanjang pemilu di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat. Uang dan beras kerap menjadi alat memenangkan kontestasi pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.
Pengamat politik Universitas Andalas (Unand), Sadri, menyebut politik uang telah menyandera demokrasi.
“Rasanya sulit untuk lepas dari politik uang ini,” kata Sadri, Sabtu (26/10).
Ia lantas menyorot dua faktor krusial penyebab politik uang membelenggu pemilih, yakni lemahnya ekonomi masyarakat dan minimnya literasi politik.
“Ini yang membuat calon eksekutif maupun legislatif dengan mudah menyogok pemilih. Rasanya sejauh ini belum ada kandidat yang tidak menggunakan politik uang untuk mencapai tujuan,” ujarnya.
Faktanya, kata Sadri, para politikus yang mengandalkan politik uang telah mendata warga miskin. Mereka kemudian datang ke rumah warga miskin membawa sekantong beras dan sejumlah uang.
“Bagi mereka yang lapar mendapatkan sekarung beras dan sejumlah uang itu bagaikan mendapatkan air di tengah Padang gurun. Itu bantuan yang begitu bernilai, sehingga jasa tersebut harus dibalas dengan memberikan suara,” katanya.
Sadri menegaskan, dua faktor tersebut mesti menjadi perhatian semua pihak terutama pemerintah. Jika ekonomi warga mapan dan literasi politik cukup maka politik uang akan lenyap dengan sendirinya.
“Begitulah kondisi demokrasi kita saat ini, sulit untuk keluar dari cengkraman politik uang. Kendati demikian, harapan terus kita tumbuhkan pada generasi muda. Karena generasi mudalah yang belum terkontaminasi praktik-praktik kotor politik di negeri ini,” imbuhnya.