Selain itu, Dedi juga menyoroti proyek-proyek mangkrak di Sumbar yang tak kunjung rampung. Ia menyebut Stadion Sikabu di Padang Pariaman dan Gedung Kebudayaan yang sampai saat ini masih belum jelas nasibnya.
“Pembangunan stadion itu sudah bertahun-tahun, tapi belum selesai juga. Apakah selama ini dana proyeknya dikorupsi?” katanya.
Selain itu, lambannya pengerjaan Jalan Tol Padang-Sicincin menurutnya harus dipaparkan secara transparan kepada masyarakat.
“Kenapa pembangunannya sangat lama? Apakah ada masalah di pembebasan lahan? Apakah masyarakat tidak menerima ganti rugi yang layak? Ini yang harus dijelaskan,” bebernya.
BEM Unand juga menyoroti permasalahan sosial yang terjadi di Sumbar, termasuk tingginya angka tawuran pelajar dan keberadaan komunitas LGBT.
“Gubernur Mahyeldi sering berbicara soal Sumatera Barat sebagai daerah madani, tapi faktanya LGBT di Sumbar termasuk yang terbesar di Indonesia. Kami bertanya-tanya, kenapa pemerintah daerah tidak berani mengeluarkan Perda yang jelas untuk menolak LGBT? Kenapa hanya sebatas wacana tanpa ada realisasi?” tegasnya.
Dedi juga menyinggung soal rendahnya upah minimum provinsi (UMP) yang masih berada di kisaran Rp2,8 juta.
“Kami tidak asal berbicara. Semua yang kami sampaikan adalah fakta di lapangan. Mahyeldi harus berani bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah-masalah ini, bukan sekadar berjanji seperti sebelumnya,” pungkasnya.