Sumbarkita – Puluhan petani keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, mengalami kerugian besar akibat peristiwa kematian ikan massal yang terjadi pada awal Januari 2025. Dampak kerugian diperkirakan mencapai Rp1,87 miliar setelah sekitar 75 ton ikan mati dalam insiden tersebut.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Agam, Rosva Deswira, menjelaskan bahwa kematian ikan ini terjadi antara 13 hingga 18 Januari 2025. Ikan-ikan yang mati, yang diperkirakan bernilai sekitar Rp25 ribu per kilogram, tidak dapat dimanfaatkan oleh petani.
Peristiwa ini berdampak pada sejumlah lokasi di sekitar Danau Maninjau, antara lain Jorong Lubuak Anyia, Banda Tangah, dan Lubuak Kandang Nagari. Pada 13 Januari, sekitar 12 petani kehilangan hingga 25 ton ikan, sementara pada 18 Januari, sekitar 50 ton ikan lainnya mati di Jorong Muko Jalan dan Pantas Nagari Tanjung Sani.
Para petani mulai menguburkan bangkai ikan yang mati di lahan sekitar, dengan beberapa petani di Tanjung Sani menggunakan bangkai ikan sebagai pakan ternak. Rosva menekankan pentingnya untuk tidak membuang bangkai ikan ke dalam danau, guna menghindari pencemaran yang bisa merusak ekosistem perairan.
“Kami telah mengimbau petani untuk tidak membuang bangkai ikan ke dalam danau,” ujar Rosva, pada Jumat (24/1).
Menurut Rosva, peristiwa kematian massal ini dipicu oleh perubahan kondisi alam yang disebabkan oleh angin kencang pada 12 Januari 2025. Angin tersebut menyebabkan pembalikan air di dasar danau, yang mengurangi kadar oksigen di air, sehingga ikan kehabisan oksigen dan akhirnya mati.
Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Agam telah mengeluarkan surat pemberitahuan pada 21 November 2024, yang mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap cuaca ekstrem yang dapat berpotensi menimbulkan kerugian serupa.
Peristiwa ini menjadi peringatan bagi petani keramba jaring apung dan pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi perubahan cuaca yang dapat merugikan usaha perikanan di kawasan Danau Maninjau.