SUMBARKITA – Puluhan massa yang menamakan diri “Aliansi Mentawai Bersatu” menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Kota Padang, bertepatan dengan Hari Masyarakat Adat Sedunia, Selasa (9/8/2022).
Aksi tersebut menyikapi UU Provinsi Sumatra Barat Nomor 17 Tahun 2022 yang dinilai tidak mengakomodir kepentingan masyarakat Mentawai.
Menurut Yosafat Saumanuk, Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, pihaknya telah meminta agar undang-undang tersebut direvisi.
“Karena UU ini tidak mengakomodir masyarakat Mentawai di dalam karakteristik Sumatra Barat,” ungkapnya ketika ditemui Sumbarkita di lokasi aksi.
Baca Juga : Wakil Ketua DPR RI Dorong Masyarakat Mentawai Gugat UU Provinsi Sumbar ke MK
Hingga saat ini, ia menyebut pihaknya belum mendapat respon dari Gubernur Sumatra Barat, lembaga pemerintah yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai, maupun DPRD di tingkat provinsi.
Oleh karena itu, dalam kesempatan tersebut pihaknya meminta audiensi demi mendapat respon dari orang nomor satu di Sumbar mengenai UU tersebut.
Tak hanya itu, massa juga mengingatkan masyarakat Sumbar dan awak media soal persoalan lingkungan yang semakin menggerus kehidupan masyarakat adat yang selaras dengan alam, seperti filosofi Arat Sabulungan.
“Permasalahan yang dihadapi masyarakat adat antara lain penggerusan hutan adat Mentawai, seperti dengan adanya izin persetujuan pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan (PKKNK),” imbuh Yosafat.
Baca Juga : Mantan Bupati Mentawai Nilai UU Provinsi Sumbar Sebuah Kemunduran
Izin itu menjadi masalah larena tidak mencakup legalitas kepemilikan masyarakat adat.
Lebih lanjut, pihaknya juga meminta gubernur melalui kebijakannya untuk mengakui budaya masyarakat Mentawai, supaya menambah dukungan dalam mempertahankan budaya dan hutan adat Mentawai.
Diketahui, gubernur kala itu tak bisa ditemui karena sedang tidak berada di kantornya, melainkan tengah menemui pejabat publik lainnya, termasuk Menteri Dalam Negeri.
Sebagai informasi, awak media sempat menanyakan kepada Ketua Aliansi Mentawai Bersatu soal rencana untuk pisah dari Provinsi Sumbar dan membentuk provinsi sendiri.
Namun, ia tidak menjawab secara tegas, apakah ya atau tidak.
“Tentunya kita akan terus sejalan dengan masyarakat adat di mana pun provinsinya berada,” sebut Yosapat. (*)
Editor : Putra Erditama