“Kalau di dalam unggahan itu ada tuduhan kepada Kapolresta Padang, kategori tindak pidananya pencemaran nama baik. Pasalnya Pasal 27 Undang-Undang ITE. Kalau penghinaannya kepada lembaga, bisa dipakai pasal penghinaan terhadap lembaga negara, yaitu Pasal 240 KUHP,” tutur ahli bahasa yang dihadirkan pengacara Haris Azhar-Fatia di persidangan saat melawan Luhut Binsar Pandjaitan beberapa tahun lalu itu.
Menurutnya, secara spesifik, pemerintah, terutama Polri, penting untuk melakukan sosialisasi norma ujaran kebencian pada Undang-Undang ITE Tahun 2024 supaya kepolisian bisa menerapkan norma hukum yang sama. Sementara itu, secara umum, kata Makyun, perlu Polri mengadakan sosialisasi norma-norma yang berubah dari Undang-Undang ITE Tahun 2016 ke Undang-Undang ITE Tahun 2024 agar tidak ada kesan bahwa ada dua hukum berlaku secara bersamaan.
Sebelumnya diberitakan bahwa polisi menangkap pria berinisial MR pada Rabu (19/2) karena diduga menyebarkan ujaran kebencian Kapolresta Padang, Kombes Pol. Ferry Harahap, di akun TikTok-nya.
Kasat Reskrim Polresta Padang, AKP M. Yasin, mengatakan bahwa MR, warga Kuranji, mengunggah konten bermuatan ujaran kebencian melalui akun TikTok @agungsangpangajapadusi. Ia menceritakan bahwa dalam unggahan tersebut MR menuliskan kata-kata tidak pantas yang ditujukan kepada Kapolresta Padang.
“Setelah melakukan penyelidikan selama dua bulan, kami akhirnya mengamankan pemilik akun itu,” ujar M. Yasin.
Pihaknya menangkap MR di sebuah perumahan di Kecamatan Kuranji, Kota Padang, tepatnya di belakang RS Ibnu Sina. M. Yasin menceritakan bahwa saat menangkap MR, polisi turut menyita ponsel milik MR, yang berisi akun TikTok dengan konten yang disebut M. Yasin sebagai ujaran kebencian. (HA)