SUMBARKITA.ID — Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dipastikan bebas pada Jumat 8 Desember 2021.
Kepastian itu ternyata membuat Australia parno alias khawatir Baasyir bakal kembali memicu aksi-aksi teror lain di kemudian hari.
Kekhawatiran itu disampaikan Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne yang mendesak Pemerintah Indonesia memastikan bahwa Baasyir benar-benar sudah tidak berbahaya lagi.
“Kedutaan kami di Jakarta telah menjelaskan keprihatinannya,” ujar Payne dilansir dari Reuters, kemarin.
Menurutnya, perlu penanganan khusus terhadap pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Grogol, Kabupaten Sukoharjo itu.
“Orang seperti itu perlu dicegah melakukan serangan di masa depan terhadap warga sipil yang tidak bersalah,” sambungnya.
Dalam pemberitaan lainnya, Payne menyebut bebasnya Baasyir akan berdampak pada psikologis keluarga dan kerabat 88 warga Australia yang terbunuh pada 2002 lalu.
Juga kepada empat orang Australia lainnya yang meninggal di Bali 2005 lalu akibat aksi terorisme yang dikomandani Baasyir.
Kendati demikian, dilansir dari The Australian, Payne menyatakan tidak akan melayangkan keberatan atas bebasnya Baasyir.
“Kami menghormati kedaulatan dan independensi sistem hukum di Indonesia,” terangnya.
Dikutip dari RMCO.id, sikap sama dari Australia terhadap Baasyir pernah diungkap pada 2018 lalu.
Hal itu dipicu kabar bahwa Presiden Jokowi akan mengkaji pemberian keringanan hukuman kepada Baasyir karena alasan kemanusiaan.
Negeri Kanguru itu pun mengungkit peristiwa bom Bali I dan II yang korbannya kebanyakan warga Australia.
Lalu, apa yang membuat sikap Australia begitu parno terhadap sosok Baasyir?
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sydney Jones menganalisis, meski Ba’asyir tidak memerintahkan melakukan aksi bom Bali I dan II, namun saat itu Ba’asyir merupakan ketua kelompok Jamaah Islamiah (JI).
“Secara eksplisit dia tidak menyuruh aksi yang menyebabkan lebih dari 200 orang meninggal. Dia juga tak berbuat apa-apa untuk mencegah rencananya,” kata Jones, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Jones mensinyalir, Baasyir telah menandatangani janji setia kepada Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, Ba’asyir memperoleh remisi sebanyak 55 bulan.
“Syarat napiter (narapidana terorisme) dapat remisi itu perjanjian setia terhadap NKRI,” bebernya.
Jones juga tak bisa menduga-duga bebasnya Baasyir bakal membangkitkan terorisme lagi.
Sebab selama satu dekade ini, Baasyir tak lagi memiliki kontribusi pada kelompok JI.
“Dia juga dikabarkan sudah menjauh dari ISIS. Kita lihat saja,” ujarnya. (sk/rmco)