SUMBARKITA.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar meminta Pemerintah Provinsi Sumbar memperhatikan ancaman resesi global dan nasib 85.292 orang warga Sumbar yang kini hidup dalam garis kemiskinan ekstrem. Hal itu diungkapkan saat rapat paripurna dalam rangka penyampaian Nota Pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumbar Tahun Anggaran 2023 di kantor DPRD Sumbar, Senin (31/10/2022).
Wakil Ketua DPRD Sumbar, Irsyad Syafar yang bertindak sebagai pimpinan rapat mengatakan pada paripurna di DPRD pada 11 Agustus 2022 lalu, Gubernur bersama DPRD Sumbar telah menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun 2023 yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun 2023.
“Dengan telah disepakatinya KUA-PPAS Tahun 2023, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, kepala daerah wajib mengajukan Ranperda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran berakhir untuk mendapat persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD,” kata Irsyad.
Irsyad melanjutkan berkenaan dengan itu, melalui surat Nomor : 903/948/APKD/BPKAD-2022 tanggal 8 September 2022, Gubernur telah menyampaikan kepada DPRD usulan pembahasan Ranperda tentang APBD Tahun 2023 dan penyampaian Nota Pengantar akan dilaksanakan pada rapat paripurna yang digelar Senin (31/10/2022).
“Sebelum saudara gubernur menyampaikan Nota Pengantar terhadap Ranperda tentang APBD Tahun 2023, perkenankan terlebih dahulu kami menyampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan Ranperda APBD Tahun 2023,” ucap Irsyad.
Pada tahun 2023, kata Irsyad, kondisi perekonomian global, regional, dan nasional dibayang-bayangi dengan munculnya resesi global yang akan berdampak ke daerah. Bahkan presiden sudah mengingatkan agar pemerintah daerah bersiap untuk mengantisipasi potensi terjadinya krisis ekonomi global.
“Maka dalam APBD tahun 2023, perlu dimasukkan program dan kegiatan dalam rangka mengantisipasi dampak krisis ekonomi. Jangan sampai pola penanganan Covid-19 melalui refocusing anggaran terulang kembali. Perlu ada perencanaan dan antisipasi di APBD Tahun 2023, sehingga refocusing anggaran pada tahun berjalan tidak lagi dilakukan,” kata Irsyad.
Kedua, sambung Irsyad, KUA-PPAS Tahun 2023 dan Ranperda APBD Tahun 2023 yang disusun belum mengacu kepada Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 89 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2019.
“Maka perlu dilakukan penyesuaian kembali kebijakan anggaran yang sudah disepakati dalam KUA-PPAS Tahun 2023 dengan kebijakan anggaran yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2019,” sambungnya.
Ketiga, di KUA-PPAS Tahun 2023, prioritas pembangunan daerah tahun 2023 diprioritaskan pada tiga sektor, yaitu pertanian, industri pengolahan dan akomodasi serta makanan. Sedangkan dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2019, diamanatkan untuk memberikan prioritas alokasi anggaran yang memadai untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 beserta dampaknya. Maka, kata dia, perlu dilakukan penyelerasan kembali dalam Ranperda APBD Tahun 2023.
Keempat, dalam KUA-PPAS Tahun 2023, alokasi pendapatan transfer masih bersifat tentatif dengan mengacu kepada alokasi tahun anggaran 2022, di mana proyeksi DAU sebesar Rp1.887.033.911 dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp136.301.998. Sementara itu sesuai dengan alokasi TKD yang ditetapkan Pemerintah Tahun 2023, DAU yang akan diterima pada tahun 2023 adalah sebesar Rp1.953.080.098 dan DBH sebesar Rp139.070.837.000.
“Sesuai dengan kesepakatan pembahasan KUA-PPAS Tahun 2023, apabila terdapat kelebihan TKD yang diterima dari alokasi yang disepakati dalam KUA-PPAS Tahun 2023, maka penggunaan kelebihan TKD tersebut akan dibahas bersama TAPD dan DPRD,” katanya lagi.
Kelima, skema penggunaan DAU pada tahun 2023, kata Irsyad, sudah berbeda dengan skema pada tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2023, tidak semua DAU bersifat blok grand (bebas penggunaan). Irsyad menyebutkan terdapat DAU yang sudah ada peruntukannya yang tidak bisa dialihkan untuk belanja lain, yaitu untuk gaji PPPK, sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor pekerjaan umum.
“Maka dalam penyusunan Ranperda APBD Tahun 2023 rencana penggunaan DAU yang disepakati dalam KUA-PPAS Tahun 2023 perlu disesuaikan kembali,” ungkapnya.
Keenam, sesuai dengan data BPS pada tahun 2021 lalu, terdapat 1,56 persen penduduk miskin ekstrem di Sumbar dengan jumlah mencapai 85.292 orang. Mereka, kata Irsyad, tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan dari pemerintah atau pihak lain.
“Sementara di dalam KUA-PPAS Tahun 2023 belum tampak ada program dan kegiatan yang jelas untuk penduduk miskin ekstrem di Sumbar,” ungkapnya.
Terakhir, kata Irsyad, alokasi anggaran untuk masing-masing OPD ditentukan berdasarkan target kinerja pelayan publik yang menjadi tugas dan tanggung jawab OPD sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan daerah serta tidak lagi berdasarkan pertimbangan pemerataan antar OPD dan anggaran tahun sebelumnya.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengatakan Tahun Anggaran 2023 merupakan tahun ketiga pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumbar 2021-2026. Sabab itu, kebijakan pembangunan tahun 2023 harus menjadi keberlanjutan dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun sebelumnya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2023 guna mendukung pencapaian target yang telah ditetapkan dalam RPJMD.
“Dengan mempertimbangkan potensi, capaian pembangunan daerah satu tahun sebelumnya, kondisi saat ini, permasalahan, isu strategis, tantangan dan peluang serta kondisi sosial budaya masyarakat Sumbar, tema pembangunan Provinsi Sumatra Barat yang diusung dalam RKPD Tahun 2023 yakni: Peningkatan Produktivitas Sektor Strategis Menuju Transformasi Ekonomi,” ucap Mahyeldi.
Peningkatan produktivitas melalui sektor strategis daerah ini juga merupakan bagian dari kebijakan pemulihan ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi struktur ekonomi dan potensi ekonomi di Sumbar. Hal ini diarahkan kepada sektor pertanian (lima sub sektor Pertanian), industri pengolahan (Perdagangan, UMKM dan Industri Kecil Menengah), dan akomodasi makan-minum (pariwisata).
Gubernur menjelaskan sektor pertanian di tahun 2023 ditargetkan tumbuh 5,86 persen, sektor Industri pengolahan ditargetkan tumbuh 12,46 persen, dan sektor akomodasi dan makan minum ditargetkan tumbuh 5,80 persen.
“Untuk mencapai target itu maka prioritas pembangunan pada tahun 2023 akan lebih difokuskan pada ketiga sektor di atas dengan tetap tidak mengabaikan upaya pencegahan, pengendalian serta penanganan akibat pandemi Covid-19 yang dititikberatkan dengan peningkatan jumlah capaian vaksinasi kedua dan booster,” kata Gubernur.
Selain itu, dalam mencapai target pertumbuhan itu, Pemprov Sumbar juga tidak akan mengabaikan pemenuhan pelayanan dasar kepada masyarakat mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal yang wajib dipenuhi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana amanat pada Pasal 18 dan pasal 298 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta amanat Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal dan pencapaian terhadap Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Daerah (IKD) RPJMD Provinsi Sumbar Tahun 2021-2026,” katanya.
“Kami menyadari masih banyak kebutuhan pembangunan dan permintaan masyarakat yang masih belum dapat kita alokasikan pendanaannya. Namun karena keterbatasan anggaran yang tersedia, kita mengalokasikan anggaran berdasarkan skala prioritas pembangunan dan penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan dengan memperhatikan sinergitas program dan kegiatan provinsi dengan kebijakan pemerintah,” ujar Mahyeldi.
“Demikian penyampaian Pengantar Nota Keuangan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2023 ini kami sampaikan untuk selanjutnya dapat dibahas secara bersama Pemerintah Daerah dan DPRD, dengan harapan dapat kita sepakati sebelum batas waktu yang telah ditetapkan,” tutup Mahyeldi. (Adv)
Editor: RF Asril