Sumbarkita – Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kota Padang sudah lebih dulu menjadi saksi bisu lahirnya sebuah media yang berpengaruh besar bagi masyarakat Minangkabau. Namanya Oetoesan Melajoe (EYD: Utusan Melayu), sebuah surat kabar berbahasa Melayu yang diyakini sebagai koran pertama yang dicetak dan dikelola oleh orang pribumi Indonesia.
Lebih dari sekedar media, Oetoesan Melajoe juga menjadi sarana perjuangan adat, budaya, dan entitas masyarakat Melayu di tengah perubahan zaman dan tekanan kolonialisme.
Diprakarsai Tokoh Adat Berpengaruh
Oetoesan Melajoe pertama kali terbit pada 2 Januari 1911, dicetak oleh Pertjetakan Orang Alam Minangkabau yang berlokasi di kawasan Pasa Gadang, Padang. Di balik koran ini berdiri nama besar Datuk Sutan Maharadja, seorang tokoh adat yang disegani di Pantai Barat Sumatera pada awal abad ke-20.
Meski tidak menempuh pendidikan tinggi secara formal, Datuk Sutan Maharadja dikenal fasih berbahasa Belanda dan tajam dalam berpikir. Koran yang ia dirikan kemudian menjadi alat untuk menyuarakan dukungan terhadap adat Minangkabau serta kritik terhadap kelompok modernis Islam yang dianggap menggeser nilai-nilai budaya lokal.
Menyuarakan Budaya dan Pendidikan
Dalam setiap terbitannya yang terdiri atas empat halaman, Oetoesan Melajoe menyajikan beragam topik—mulai dari berita perniagaan, pendidikan, hingga rubrik agama dan cerita rakyat. Dua halaman utamanya memuat berita dan iklan (advertentie), sementara sisanya diisi dengan rubrik Chabar Berita dan Chabar Dunia yang menampilkan kabar terkini dari dalam dan luar negeri.
Meskipun sempat disebut sebagai surat kabar harian, koran ini awalnya hanya terbit dua kali seminggu, kemudian meningkat frekuensinya setelah bergabung dengan surat kabar Soeara Ra’jat pada 1915.