Sumbarkita – Kekerasan seksual terhadap anak di Pariaman dan Padang Pariaman atau biasa disebut Piaman Laweh dianggap mencapai titik kritis. Pihak terkait didesak segera merancang kebijakan dan mengambil tindakan lebih konkret untuk permasalahan tersebut.
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Piaman Laweh kembali digegerkan dengan dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh dua pemuda. Kasus ini sedang ditangani oleh Polres Pariaman.
Pimpinan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Pariaman, Fatmiyeti Kahar menyebut kasus dugaan pemerkosaan tersebut memperpanjang deret kekerasan seksual terhadap anak di Pariaman dan Padang Pariaman. Ia menyebut kondisi demikian telah darurat dan perlu penanganan cepat.
“Ini sudah darurat,” kata Fatmiyeti kepada Sumbarkita Kamis (6/2).
Fatmiyeti mengatakan bahwa langkah utama yang mesti dilakukan adalah penegakan hukum secara tegas. Menurutnya, kompromi dalam kasus kekerasan seksual akan melahirkan berbagai kasus lainnya di kemudian hari. Kompromi yang dimaksud salah satunya ialah tidak melaporkan kasus kekerasan ke penegak hukum.
Ia lantas mengungkap pelaku dalam kasus yang ditangani RPSA Pariaman sebagian besar melibatkan orang terdekat korban seperti bapak, paman dan kerabat. Ada kecenderungan kasus ditutup-tutupi karena takut akan dampak sosialnya.
“Masih banyak yang berpikir bahwa menjaga nama baik keluarga lebih penting daripada melindungi anak-anak dari kekerasan. Ini adalah kesalahan besar. Kekerasan terhadap anak harus dihentikan dengan cara terbuka dan tegas. Tidak ada alasan untuk diam atau menutup-nutupi,” tegasnya.
Menurutnya, perilaku ini justru memperburuk keadaan dan memperpanjang penderitaan korban.