Oleh Musfi Yendra*
Keamanan obat dan makanan bukan sekadar urusan teknis laboratorium, melainkan juga persoalan hajat hidup orang banyak. Apa yang kita konsumsi setiap hari memiliki hubungan langsung dengan kesehatan dan keselamatan hidup. Karena itu, keterbukaan informasi publik di sektor pengawasan obat dan makanan menjadi hal yang mutlak.
Masyarakat berhak tahu apakah produk yang mereka gunakan dan konsumsi benar-benar aman, legal, dan terdaftar. Prinsip dasarnya sederhana: transparansi menyelamatkan nyawa.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memberikan dasar hukum yang kokoh bagi setiap warga negara untuk mengakses informasi publik. Dalam pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja. Lebih penting lagi, Pasal 10 ayat (1) UU KIP menegaskan kewajiban badan publik untuk mengumumkan informasi serta-merta yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak. Ketentuan itu sangat relevan bagi lembaga seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang memegang peran vital dalam melindungi masyarakat dari bahaya produk berisiko.
Keterbukaan informasi publik di bidang pengawasan obat dan makanan bukan hanya perintah undang-undang, melainkan juga bagian dari tanggung jawab moral pemerintah terhadap rakyatnya. Produk pangan dan obat-obatan menyentuh semua lapisan masyarakat.
Ketika informasi tentang kandungan berbahaya, izin edar, atau penarikan produk tidak segera disampaikan, dampaknya bisa sangat fatal. Kasus sirop obat anak yang mengandung etilen glikol, misalnya, menjadi pelajaran penting betapa keterlambatan informasi dapat mengancam keselamatan ribuan anak di Indonesia.
UU KIP kemudian diperkuat oleh Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik dan Perki Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Kedua regulasi itu menjadi panduan bagi setiap badan publik, termasuk BPOM, untuk memastikan layanan informasi berjalan cepat, akurat, dan terbuka. Selain itu, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM mempertegas kewenangan lembaga itu dalam memastikan keamanan produk yang beredar.
Sebagai badan publik, BPOM memiliki tiga kategori kewajiban dalam penyediaan informasi: berkala, setiap saat, dan serta-merta. Informasi berkala meliputi laporan kegiatan, hasil pengawasan, serta laporan keuangan lembaga. Informasi setiap saat mencakup daftar produk terdaftar, hasil uji laboratorium, atau prosedur perizinan edar.














