SUMBARKITA.ID – Helatan akbar pertandingan sepak bola dunia empat tahunan menjadi hiburan tersendiri bagi sejumlah orang sejak dimulai pada 20 November lalu. Piala Dunia 2022 yang berlangsung di Qatar itu membuat banyak pencinta sepak bola di tanah air enggan ketinggalan.
Bahkan beberapa di antaranya ada yang rela bergadang hingga jelang Subuh. Saking antusiasnya, sebagian orang juga sempat mengeluarkan umpatan selama pertandingan akibat kesal melihat timnya kalah, atau karena merasa timnya dicurangi wasit.
Lantas, bagaimana hukum bergadang dan mengumpat karena nonton Piala Dunia? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari situs BincangSyariah.com yang merupakan salah satu situs Islam yang dikelola Yayasan Pengkajian Hadis el-Bukhari.
Hukum Mengumpat karena Nonton Bola:
Dalam literatur kitab klasik, dijumpai beberapa keterangan tentang larangan bagi seseorang untuk mengumpat kepada orang lain atas dasar motif apapun.
Perbedaan dalam masyarakat bukan merupakan sarana untuk manusia saling menghujat dan mencela satu sama lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran, Surat Al-Hujurat, ayat 13, seperti berikut.
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.“
Dalam hal ini, ulama sepakat mengenai keharaman bagi seseorang untuk mengeluarkan umpatan kepada orang lain dengan mengucapkan kata-kata kotor atau memberikan julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya.
Kebolehan menggunakan julukan-julukan tersebut hanya berlaku jika orang itu tidak dapat diketahui namanya kecuali dengan sebutan demikian. Seperti yang disebutkan dalam kitab Al Adzkar Imam Nawawi, halaman 250 sebagai berikut.
Artinya: “Ulama telah sepakat atas keharaman memberi julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya, baik yang berupa sifat seperti pincang, botak, buta, juling, belang, codet, berwajah kuning, bongkok, tuli, berwajah biru, pesek, cacat, renggang giginya, buntung tangan, lumpuh tubuhnya, lumpuh tangannya, atau sifat jelek lain yang dimilki bapak dan ibunya, dan sifat-sifat lain yang tidak disukainya.
Kebolehan menggunakan julukan-julukan tersebut hanya berlaku jika orang tersebut tidak dapat diketahui namanya kecuali dengan sebutan demikian.”