Padang -Perwakilan masyarakat adat Kinali, Pasaman Barat bertemu dengan pihak perusahaan kelapa sawit PT Laras Inter Nusa (LIN) di ruang rapat Istana Gubernur Sumatera Barat, Kamis (15/8). Audiensi terkait sengketa lahan ini difasilitasi oleh Ombudsman Sumatera Barat.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan audiensi digelar untuk mencegah terjadinya konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak.
“Meskipun belum ada laporan resmi terkait sengketa antara PT LIN dan masyarakat adat Kinali, Ombudsman berinisiatif mengundang dan mendengarkan pandangan dari semua pihak, baik masyarakat, perusahaan, maupun kementerian pertanian terkait masalah ini,” kata Yeka.
Yeka menjelaskan bahwa konflik ini berakar dari pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) mengenai kewajiban perusahaan membangun plasma 20 persen dari total luas lahan.
“Ombudsman melihat regulasi ini terus berkembang. Regulasi awalnya mengacu pada Permentan No. 26 Tahun 2007, dan kemudian ada regulasi-regulasi lain terkait hal ini. Sebaiknya nanti Kementan menjelaskan tujuan historis dari kewajiban 20 persen ini,” jelasnya.
Diketahui, perselisihan antara masyarakat adat Kinali dan PT LIN telah berlangsung lama. Masyarakat menuntut hak atas 20 persen dari luas kebun yang mencapai 7.000 hektare, sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat No. 100.3.3.2/457/BUP-PASBAR/2024, yang hingga kini belum direalisasikan. Sementara itu, hasil panen tanda buah segar menumpuk di perusahaan karena masyarakat melarangnya dibawa keluar.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap permasalahan pelayanan publik terkait perkebunan sawit di Kinali dan siap membantu penyelesaian masalah tersebut.