Tungku tigo sajarangan merupakan istilah kepemimpinan di Minangkabau yang identik dengan pola mengatur pemerintahan dan norma yang ada di masyarakat. Tungku tigo sajarangan terdiri dari pangulu, alim ulama, dan cerdik pandai.
Apakah istilah Tungku Tigo Sajarangan tak lagi relevan dalam kehidupan masyarakat minang kekinian? Ataukah terjadi kemerosotan kualitas sehingga tak layak dicalonkan?
Kemudian kedua, degradasi demokrasi. Istilah ini sepertinya juga layak mewakili kondisi perpolitikan yang terjadi di Dharmasraya. Alih-alih menawarkan banyak pilihan calon kepada masyarakat, demokrasi ternyata malah diperalat untuk memaksa pemilih memilih calon sesuai selera elit.
Maka, demokrasi hanya sekedar istilah manis di mulut, namun kenyataannya pahit akibat dibelenggu oleh elit partai tingkat pusat.
Kini pilihan berada di tangan warga Dharmasraya, apakah akan memberikan kesempatan Annisa Suci Rahmadani-Leli Arni sembari berharap pasangan ini membuat gebrakan baru memajukan daerah setempat. Atau, menolak dan memberikan perlawanan dengan memilih kotak kosong sehingga Pilkada kembali diulang.
Selamat menentukan pilihan, Dharmasraya.