Oleh : Shilva Lioni
Kajian makna selalu menjadi hal menarik untuk dibahas sehingga tak jarang bila kemudian berbagai disiplin ilmu hingga saat ini masih menjadikan kajian ini sebagai sebuah kajian yang menarik untuk diteliti.
Kajian makna telah berkembang semakin kompleks, yakni tidak hanya berbicara mengenai bagaimana sebuah konsep makna diperoleh, lebih jauh kajian ini juga melihat bagaimana sebuah konsep makna dapat bergeser.
Berbicara tentang pergeseran makna, salah satu fenomena yang menarik perhatian dan krusial untuk dibahas dewasa ini adalah adanya pergeseran makna pada konsep “Pancasila” yang hadir dalam media siber. Konsep “Pancasila” dalam media siber dewasa ini sering kali dibingkai dan direpresentasikan secara berbeda. “Pancasila” yang ditampilkan, diidentikkan, dan dimaknai sebagai “landasan”, “falsafah”, dan “dasar Negara”, saat ini justru secara dominan diidentikkan dengan dengan konsep “persatuan”, “agama”, “toleransi”, dan kehadiran “radikalisme”.
Adanya pergeseran dan perubahan pada proses perepresentasian terhadap Pancasila yang terjadi pada media siber dewasa ini menjadi isu krusial untuk dibahas lebih lanjut.
Dalam studi ilmu bahasa, yakni dalam kajian analisis wacana kritis, kita memahami bagaimana teks tidak terlepas dari realita sosial, konteks situasi dan faktor-faktor kepentingan lainnya dalam menentukan lahirnya sebuah makna. Dengan kata lain, adanya pergeseran dalam perepresentasian konsep “Pancasila” yang dihasilkan oleh media siber saat ini yang mana secara dominan menyandingkan Pancasila dengan kata “persatuan”, “agama”, “toleransi”, dan “radikalisme” tentu tidak terlepas dari fakta banyaknya isu dan permasalahan yang hadir dewasa ini yang sering kali menyangkut-pautkan konsep “Pancasila” sebagai lawan dari radikalisme, intoleransi, dan sebagainya.
Hal ini tentu jika dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan dan berdampak pada pengikisan dari makna dasar pancasila itu sendiri di efek jangka panjang karena permasalahan seputar anti radikalisme, intoleransi akan lebih diingat masyarakat awam terhadap kehadiran konsep “Pancasila” sendiri dibandingkan dengan isi kelima silanya dan kehadirannya sebagai falsafah dan landasan Negara.
Makna merupakan suatu hal yang kompleks. Berbicara soal makna, tentu tidak terlepas dari bagaimana sesuatu hal, yakni sebuah konsep dipahami dan diinterpretasikan, dimana sering kali berbagai kondisi diduga hadir dan melatar-belakangi sebuah bentuk pemahaman, salah satunya, yakni perkembangan teknologi informasi.
Media khususnya media siber pada masa sekarang ini memiliki kedudukan krusial dan mengambil peran penting dalam membangun realitas makna terhadap konsep yang telah ada maupun yang bersifat baru. Intensitas akses informasi akan berkaitan dan berdampak langsung terhadap berkembangnya asumsi masyarakat mengenai sebuah konsep pada saat sekarang ini.
Dalam situasi dunia modern saat ini, saat semua lapis masyarakat dapat mengakses segala bentuk informasi dari internet dan media siber, membingkai sebuah informasi yang dipaparkan dalam jumlah signifikan, tentu akan berdampak sangat besar pada penyebaran kekeliruan interpretasi dalam masyarakat luas di kemudian hari. Hal ini jelas tidaklah elok jika dibiarkan terlebih berkaitan denga sebuah konsep krusial dan fundamental.
Sebuah makna diwarisi tidak terlepas dari pengaruh kuat repetisi yang ada terlebih jika dihadirkan dalam jumlah yang signifikan yang mana secara tidak langsung tentu akan berkontribusi dalam menimbulkan dan membentuk realita serta konotasi budaya dan makna di benak masyarakat mengenai sebuah konsep.
Maka, jangan sampai kemudian dikarenakan hal inilah esensi dari sebuah hal justru luput untuk diperhatikan dan justru kejadian dan peristiwa fenomenal disekitarnyalah yang lebih menarik perhatian kita sehingga kita akan mulai melupakan esensi makna dan konsep dasar dari kata tersebut. ***
Penulis adalah Dosen Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas