SUMBARKITA – Menanggapi maraknya konflik agraria di Nagari Air Bangis, Walhi Sumbar menggelar jumpa pers pada Selasa (16/8/2022).
Dalam kesempatan tersebut Walhi memaparkan bahwa tumpang tindih antara kawasan hutan produksi dan lahan perkebunan warga yang mejadi titik awal konflik agraria ini.
CEO Walhi Wengki Purwanto menjelaskan, konflik agraria ini berawal dari klaim ganda antara masyarakat dan pemerintah.
“Pemerintah lewat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan sejumlah kawasan di Air Bangis sebagai Hutan Produksi.” terangnya.
Baca Juga : Status Lahan Tumpang Tindih, Masyarakat Nagari Air Bangis Desak Izin Koperasi HTR Dievaluasi
Ia juga menambahkan, sementara masyarakat pengelola lahan yang diklaim pemerintah sebagai hutan produksi tersebut juga mengaku telah mengelola lahan tersebut sacara turun menurun.
Belum tuntas dengan klaim Ganda antara masyarakat dan pemerintah, masalah kini dibuat semakin pelik.
Pada rentang tahun 2013 hingga 2015 pemerintah mengeluarkan izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat yang lokasinya kembali bertumpang tindih dengan lahan yang telah digarap sebelumnya.
“Sejak April, melalui kita meminta penyelesain konflik agraria ini secara dialogis. Karena waktu itu hanya ada klaim antara pemerintah dan Rakyat. Tiba-tiba dalam beberapa waktu yang lalu muncul aktor baru, yaitunya pihak koperasi.” ujarnya.
Baca Juga : Walhi Sumbar: Akibat Abrasi, 11.581 Penduduk Pasie Nan Tigo Terancam Kehilangan Rumah
Koperasi Serba Usaha (KSU) Sekunder Hutan Tanaman Rakyat Air Bangis Semesta merupakan pemilik izin yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2013, 2014 dan 2015 menyurati warga di sekitar Agustus.
Dengan maksud meminta warga untuk menghentikan aktifitas perkebunan atau meninggalkan lokasi atau bergabung dengan Koperasi.
“Koperasi ini kemudian menyurati warga untuk menghentikan dan meninggalkan perkebunan atau diminta bergabung” sambungnya.