Oleh: Prof. Syafruddin Karimi
Sumatera Barat mengalami deindustrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat seiring dengan melemahnya sektor manufaktur yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Ketergantungan pada sektor tradisional, seperti pertanian dan perdagangan skala kecil, makin memperburuk kondisi. Tanpa strategi industri yang kuat, Sumatera Barat terus tertinggal dari daerah lain yang berhasil mengembangkan sektor manufaktur berbasis ekspor.
Skala industri di Sumatera Barat sangat kecil dan tidak memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertanian sebagai basis ekonomi daerah. Produk primer, seperti sawit, yang berpotensi menjadi bahan baku industri hilir, justru tidak menghasilkan industri pengolahan minyak goreng sawit lokal. Sebagian besar hasil perkebunan dan pertanian langsung dikirim ke luar daerah tanpa memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian lokal. Kondisi itu mencerminkan lemahnya strategi industrialisasi berbasis sumber daya lokal.
Tanpa hilirisasi yang kuat, industri Sumatera Barat hanya bergantung pada pasar domestik tanpa daya saing di pasar global. Saat produk impor yang lebih murah membanjiri pasar, industri lokal kesulitan bertahan. Biaya produksi yang tinggi, akses bahan baku yang terbatas, serta minimnya investasi dalam teknologi dan efisiensi produksi memperburuk situasi. Akibatnya, pabrik tutup, serapan tenaga kerja menurun, dan pertumbuhan ekonomi terus melemah.
Industrialisasi Sumatera Barat tidak bisa hanya mengandalkan proteksi pemerintah. Dunia usaha dan pemerintah daerah harus mendorong efisiensi produksi, adopsi teknologi modern, serta perluasan pasar ke luar daerah dan ekspor. Tanpa diversifikasi industri yang jelas, Sumatera Barat akan terus kalah bersaing, bahkan di pasar domestik sendiri.
Momentum kebijakan hilirisasi industri nasional harus dimanfaatkan sebagai booster pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Insentif investasi, penguatan infrastruktur industri, serta kebijakan promanufaktur yang mendorong inovasi dan ekspor harus menjadi prioritas utama. Tanpa reformasi nyata, industrialisasi Sumatera Barat akan makin sulit berkembang, pertumbuhan ekonomi akan terus melambat, dan daya saing daerah semakin tergerus dalam persaingan nasional maupun global.
*Syafruddin Karimi, pakar ekonomi