Kelima indikator kinerja ini secara terintegrasi diikat oleh Kode Etik yang akan menjadi kompas lembaga untuk memastikan rambu-rambu moral OPZ – the do’s dan the donts – di level operasional dapat terjaga. Selain itu, penting pula agar OPZ dapat memberikan perhatian yang serius terhadap manajemen risiko dan secara terus menerus untuk melakukan proses monitoring serta penilaian atas aktivitasnya.
Indeks Zakat Nasional (IZN) ver 3.0 yang dirilis oleh BAZNAS RI merupakan indikator yang cukup relevan digunakan karena dapat menjadi alat bantu bagi OPZ dalam menilai kinerjanya baik dari sisi tata kelola maupun dampak zakat.
Ketiga, Tantangan Sinergisme. Menurut catatan BAZNAS RI, Sampai bulan Februari 2024, tercatat lebih dari 660 OPZ (BAZNAS dan LAZ) dan 49.132 UPZ (Unit Pengumpul Zakat) resmi telah beroperasi di tanah air. Jumlah ini berarti naik hampir 24% dari jumlah OPZ di tahun sebelumnya.
Angka tersebut tidak termasuk dengan 100-an lagi lembaga yang saat ini tengah mengajukan izin operasional sebagaimana dipersyaratkan oleh regulasi. Diperkirakan sampai akhir tahun 2024, jumlah OPZ (di luar UPZ) di Indonesia dapat mencapai lebih 800-an lembaga.
Tantangannya adalah bagaimana membangun kolaborasi dan sinergisme antara OPZ ini. Penulis membagi agenda sinergisme ini menjadi 3 : Permanent Agenda, Current Agenda, dan Future Agenda (Gambar 2 dan 3) . Ketiganya dapat berjalan secara bersamaan tanpa harus saling menunggu apalagi meniadakan.
Permanent agenda yang dimaksud adalah agenda besar yang menyatukan semua OPZ untuk meraih misi otentik dari zakat : melepaskan mustahik dari jeratan problematikanya, mentransformasikan mereka agar berubah dari penerima zakat menjadi pembayar zakat, meminimalkan kesenjangan, dan menciptakan peradaban zakat yang lebih berkeadilan. Permanent Agenda adalah the ultimate goal dari gerakan zakat, terlepas dari apapun skema regulasi, desain arsitektur zakat, pembagian aktor/peran, dll. Dua Agenda lainnya (Current dan Future) haruslah didesain dan diarahkan untuk mencapai Permanent Agenda.