Sumbarkita – Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat (BKSDA Sumbar) menyatakan bahwa sejumlah bangunan di sekitar air terjun Lembah Anai bukan bagian dari kawasan konservasi yang berada di bawah kewenangan mereka.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Subbagian Tata Usaha BKSDA Sumbar, Khairi Ramadhan, merespons sorotan publik atas penertiban bangunan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Mega Mendung, Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar.
“Bangunan yang kami tertibkan berada di dalam kawasan konservasi. Sementara bangunan seperti masjid, kerangka besi besar, dan beberapa lainnya dekat air terjun tidak masuk wilayah kami,” kata Khairi, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, bangunan yang tidak ikut ditertibkan berada di zona putih berdasarkan peta kawasan yang dimiliki BKSDA. Zona tersebut secara administratif berada di luar kawasan konservasi.
“Oleh karena itu, penanganannya bukan kewenangan BKSDA, melainkan menjadi urusan pemerintah daerah atau instansi terkait lainnya,” jelasnya.
Khairi menyebut, kawasan konservasi TWA Mega Mendung awalnya ditetapkan sebagai lokasi pelestarian dan edukasi flora langka seperti Rafflesia arnoldii. Namun kini sebagian kawasan itu telah berubah fungsi secara masif dan tidak lagi sesuai dengan tujuan konservasi.
“Awalnya untuk edukasi dan pelestarian, tapi kini berubah jadi kawasan penuh beton. Ini menyimpang dari tujuan awal kawasan konservasi,” ungkapnya.
Khairi juga menyampaikan bahwa BKSDA Sumbar telah menindaklanjuti penertiban dengan berbagai langkah, mulai dari pemasangan plang peringatan hingga pemanggilan sejumlah pihak terkait.
“Plang peringatan telah kami pasang di sembilan titik, termasuk di rumah makan dan pemandian. Itu menandakan kawasan tersebut dalam pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujarnya.
Selain itu, BKSDA juga telah memanggil tokoh adat, Wali Nagari Singgalang, serta pengelola fasilitas yang diduga berada dalam kawasan konservasi. Tim BKSDA juga telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar guna menelusuri status tanah yang diklaim sebagian masyarakat sebagai tanah ulayat.