SUMBARKITA.ID — Sejumlah negara ramai-ramai mengembangkan vaksin untuk memerangi Covid-19 yang hingga saat ini masih terus memakan korban.
Manajer Peneliti Biomolekuler Australian National University dan Direktur Utama Lipotek Australia, Dr Ines Atmosukarto mengatakan vaksin-vaksin covid-19 yang sedang dikembangkan, dibuat untuk menginduksi antibodi.
“Antibodi terhadap spike protein. Ini yang digunakan untuk masuk ke sel-sel pernapasan kita,” katanya dalam penjelasannya saat webinar “Covid-19 dan Prospek Vaksin untuk Indonesia” di Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Dia menyebut, proses pengembangan vaksin butuh waktu beberapa tahun bahkan bisa 15 tahun. Hal ini karena proses penelitian hampir 10 tahun, dengan uji klinis biasanya 4-5 tahun. Sebab itu menurutnya patut disadari apa yang dilakukan pelaku produsen menjadi tantangan besar, untuk menghasilkan vaksin dalam waktu singkat yaitu 12 bulan.
“Ini belum pernah terjadi sebelum ini. Ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan, terutama tata laksana uji klinis,” tegasnya.
Berbicara mengenai vaksin ini, Indonesia melalui Bio Farma mengembangkan vaksin bersama Sinovac. Ada beberapa fase uji klinis dalam mengembangkan vaksin, dimana setidaknya harus melalui fase 1 sampai 3.
“Uji fase 1 pada populasi sedikit. Kita menguji keamanan. Fase 2 target populasi. Pada jumlah lebih besar melihat keamanan. Fase 3, lebih besar keamanan respon imun,” ujar Manajer Senior Integrasi Riset dan Pengembangan PT Bio Farma, Dr. Neni Nurainy.
Terkait dengan Bio Farma adalah salah satu dari 29 produsen vaksin di dunia sudah prequalified WHO, dan sudah dapat ijin WHO untuk bisa mengekspor vaksin ke seluruh dunia. Bio Farma sendiri sudah berusia 130 tahun dan ahli di bidangnya.
Memang ada tahapan cukup panjang dalam proses penelitian vaksin tersebut. Yang selanjutnya, ujar dia, ada lagi produksi registrasi perizinan pada badan POM yang akan menilai apakah vaksin ini memenuhi syarat.
Bio Farma sebagai produsen bisa memproduksi karena ada “Quality Control” guna memastikan kualitas terjaga. Dia menambahkan, ada tes yang harus dilakukan secara internal. Setelah itu vaksin bisa didistribusikan.
“Kita tak mungkin dengan kapasitas sekarang , vaksin ke seluruh masyarakat, harus melakukan prioritas. Di awal, ketika sudah mendapatkan produksi hanya beberapa puluh juta yang ditargetkan. Prioritas berdasarkan kajian dari Kemenkes. Kita targetkan pada Nakes yang front liner dari Covid-19,” pungkasnya.(*)