Sumbarkita – Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menyoroti kasus keracunan massal yang berulang dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah. Lembaga ini menilai, kejadian luar biasa (KLB) tersebut menandakan perlunya evaluasi menyeluruh agar tujuan mulia program unggulan Presiden Prabowo Subianto dapat terwujud dengan lebih aman dan berkelanjutan.
Direktur PKT UGM, Dr. Indriani, menjelaskan bahwa pengelolaan makanan dalam skala besar seperti yang dilakukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sangat rentan terhadap risiko kontaminasi dan keracunan.
“Jumlah porsi yang diproduksi setiap hari sangat besar. Setiap celah dalam proses, mulai dari pemilihan bahan baku, memasak, penyimpanan, hingga distribusi, bisa berdampak pada ribuan anak sekolah,” ujarnya, dikutip dari situs resmi UGM, Rabu (8/10/2025).
Menurut Indriani, skala produksi SPPG setara bahkan melampaui katering industri, sehingga semestinya menerapkan standar keamanan pangan internasional Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Namun, hasil kajian investigasi PKT UGM terhadap beberapa KLB pangan terkait MBG di Yogyakarta menunjukkan masih terdapat kesenjangan penerapan prinsip HACCP, minimnya pengawasan lapangan, serta terbatasnya kompetensi petugas di tingkat pelaksana.
Investigasi UGM juga menemukan bahwa durasi antara proses memasak, pengemasan, hingga konsumsi sering melebihi empat jam, yang meningkatkan risiko pertumbuhan mikroba berbahaya. Selain itu, fasilitas penyimpanan yang belum memadai serta praktik pengemasan ulang tanpa pemanasan ulang turut memperbesar potensi terjadinya keracunan pangan.
“Beberapa menu bahkan ditemukan kurang matang karena proses produksi dilakukan dalam jumlah besar. Kondisi ini memperbesar risiko keracunan massal,” ujar dr. Citra, salah satu peneliti PKT UGM.
Sebagai langkah antisipatif, PKT UGM merekomendasikan sejumlah perbaikan sistemik untuk memperkuat pelaksanaan program MBG. Rekomendasi tersebut mencakup standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG, asesmen awal kelayakan produksi massal, serta penerapan SOP berbasis HACCP mulai dari pemilihan bahan baku hingga tahap konsumsi di sekolah.
Setiap staf pelaksana SPPG juga disarankan untuk mengikuti pelatihan keamanan pangan dan memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Selain aspek teknis, PKT UGM menekankan pentingnya mekanisme pengawasan dan koordinasi lintas sektor. Sistem kontrol yang jelas dan monitoring periodik perlu diperkuat untuk memastikan seluruh tahapan produksi makanan aman dikonsumsi oleh siswa penerima manfaat MBG.
“Kolaborasi berbagai pihak mutlak diperlukan agar anak-anak benar-benar mendapat manfaat program tanpa terpapar risiko keracunan pangan,” tegas dr. Citra menutup.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu program prioritas nasional pemerintah yang ditujukan untuk memperbaiki gizi anak sekolah dan mengurangi angka stunting. Namun, berulangnya kasus KLB pangan belakangan ini menunjukkan bahwa keberhasilan program bukan hanya diukur dari cakupan distribusi, tetapi juga dari jaminan keamanan dan mutu pangan yang sampai ke tangan siswa.














