SUMBARKITA.ID — Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Supardi menghadiri Musyawarah Daerah (Musda) Muhammadiyah dan Aisyiyah Ke-17 Kabupaten Limapuluhkota. Supardi berharap Muhammadiyah dan Aisyiah bisa menjadi pencerah untuk menjawab persoalan sosial yang berkembang.
“Muhammadiyah dan Aisyiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Sumbar, semoga terus memberikan kontribusi dan manfaat untuk pembangunan moral yang lebih baik di ranah Minang,” kata Supardi di Aula Kantor Bupati Limapuluh Kota, baru-baru ini.
Ia mengatakan, saat ini banyak persoalan sosial yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Namun dengan sinergisitas yang terbangun, maka persoalan-persoalan yang berkembang di tengah masyarakat bisa diselesaikan satu per satu.
Pada kesempatan itu, hadir beberapa tokoh diantaranya Irman Gusman (Mantan Ketua DPD RI), Buya Sofwan Karim (Mantan Ketua PWM Sumbar), Guspardi Gaus ( Anggota DPR RI) dan Irfendi Arbi.
Harapan Supardi ke depan, Muhammadiyah dengan amal usahanya, bisa mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih berkualitas, sehingga memberikan manfaat lebih di tengah masyarakat
Ketua PW Muhammadiyah Sumbar, Bakhtiar menjelaskan Muhammadiyah didirikan berdasarkan keprihatinan KH. Ahmad Dahlan terhadap kondisi kebangsaan, khususnya dalam bidang keagamaan, sosial dan pendidikan.
“Dan keprihatinan tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini,” kata Bakhtiar.
Untuk itu, katanya, dituntut tanggung jawab kader dan pimpinan Muhammadiyah agar menjadi solusi terhadap permasalahan -permasalahan yang timbul di tengah-tengah masyarakat akibat pesatnya kemajuan teknologi tadi.
“Di samping yang positifnya, banyak pula dampak negatif yang ditimbulkan akibat kemajuan teknologi, khususnya pada anak-anak. Ini memerlukan perhatian kita bersama, kader dan pimpinan Muhammadiyah,” tukas dosen UIN Imam Bonjol ini.
Kemudian, pembaharuan pemikiran keislaman yang ada di Muhammadiyah dan Aisyiyah telah menimbulkan ijtihad sehingga beberapa persoalan yang awalnya tertutup, sekarang menjadi terbuka.
“Pada tahun 70-an tabu ketika itu bahwa ibu-ibu mengisi posisi tertentu di masyarakat. Oleh Majelis Tarjih Aisyiyah, saat itu sudah mulai dibuka krannya. Misalnya, untuk menjadi kepala sekolah, pemimpin di pemerintahan, dan lainnya,” kata Bakhtiar.
Bakhtiar mengingatkan agar secara keekonomian, baik secara individu maupun persyarikatan, Muhammadiyah harus terus memperkuatnya melalui program-program yang bersentuhan langsung dengan peningkatan ekonomi keluarga.
Menurut Bakhtiar lagi, saat ini banyak yang ingin menggerogoti Muhammadiyah, terutama secara teologi, atau akidah.
“Awalnya Muhammadiyah, kemudian di tengah jalan berbelok ke yang lain. Kemudian aset Muhammadiyah, lama-lama menjadi milik yayasan saja,” ungkapnya. ***